HAKIKAT PERKEMBANGAN
NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA DINI
KB 1 “PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA ANAK USIA DINI”
A. KONSEP
DASAR PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA AUD
Pelangi pelangi
Alangkah indahmu
Merah kuning hijau
Dilangit yang biru
Pelukismu agung
Siapa gerangan
Pelangi pelangi
Ciptaan tuhan
Dari
syair lagu tersebut, dapat diambil makna yang tersirat dalam kalimat demi
kalimat bahwa untuk mengenalkan anak pada nilai keagamaan, yang paling mudah
adalah mengenalkan anak pada salah satu ciptaan Tuhan YME. Sesuai dengan
tingkat perkembangan dan usia anak yang berada pada tahapan operasional
konkret. Pada tahapan seperti itu, anak akan lebih mudah memahami dan
mengetahui apapun apabila didekatkan dengan hal yang bersifat kasat mata
(terlihat langsung).
|
|
![]() |
||||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||||
|
|
Lebih
lanjut, kekaguman anda mungkin akan bertambah kepada Tuhan YME bahwa ternyata
kemampuan manusiadalam menangkap berbagai perke,bangan kecerdasan itu yang
menggunakan alam sadar hanya mencapai 10%. Pikiran bawah sadar turut menangkap
berbagai hal yang terjadi disekitar individu saat proses pembelajaran
berlangsung. Pikiran bawah sadar bekerja dengan melihat gambar yang kemudian
diproses sebagai informasi terperinci.proses bawah sadar mendorong seseorang
dalam memikirkan/ mempelajari sesuatu. Yang menyimpan berbagai pengalama dan
pemahaman dari masa lalu manusia hingga ditemukan bahwa sadar lebih besar dari
pikiran sadar (sadar hanya 10%).
B. TAHAPAN
PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA AUD
1. Unreflective
Menurut john echol (1995) dimaknai sebagai tidak mendalam, tidak/kurang
dapat memikirkan secara mendalam, atau anak tidak dapat merenungkannya.
Artinya, salah satu sifat anak dalam memahami pengetahuan yang berkaitan dengan
hal yang abstrak, seperti memahami pengetahuan/ajaran agama, tidak merupakan
hal yang harus dipedulikan serius.
2. Egocentris
Memiliki makna lebih mementingkan
kemauan dirinya sendiri dalam segala hal. tidak peduli dengan urusan orang lain
dan lebih terfokus pada hal-hal yang menguntungkan dirinya. Memperhatikan sifat
egosentris ini, kita sebagai pendidik sangatlah tepat apabila menganggap bahwa
sifat tersebut merupakan hal yang wajar karena memang kondisi psikologis mereka
yang masih labil dan belum matang. Kita harus banyak memaklumi hal itu. Namun,
tidak berarti membiarkan tanpa upaya pada arah yang positif. Kita harus tetap
melakukan pendekatan progresif dan tetap menggunakan pendekatan penyadaran
kepada mereka.
3. Misunderstand
Ketika kita membicarakan berbagai hal
yang bersifat abstark (masalah ajaran agama) kepada orang dewasa, kita tidak
dapat menjamin bahwa apa yang kita maksud akan mampu dipahami dengan 100%benar
oleh orang dewasa tersebut. Setiap manusia memiliki perbedaan kecerdasan, daya
tangkap, daya ingat, dan sebagainya. Terkadang akan terjadi kesalah pahaman
atau salah mengerti.
Misunderstand akan muncul dikalangan
anak usia dini ketika kita mengenalkan berbagai hal yang terkait dengan
perkembangannilai-nilai agama. Ilustrasi kasus anak yang mengalami
kesalahpahaman dalam mempelajari ajaran agama :
a. Ketika
anak mendengar bahwa Allah itu maha besar, akan muncul pemahaman yang keliru
dari diri anak yang membayangkan bahwa Allah itu seperti raksasa.
b. Ketika
anak mendapat penjelasan bahwa Allah bersifat Maha pemberi/penyayang, anak pun
akan membayangkan bahwa dia bias diberi uang, kue, atau es krim langsung dari
Allah jika melakukan permohonan melalui bacaan do’a.
c. Ketika
anak mendengar bahwa Allah itu maha melihat, akan terbayang pada pemikiran anak
sebrapa besar mata Allah itu.
4. Verbalis
dan ritualis
Anak usia sekitar 3 hingga 6 tahun
berada pada fase perkembangan kosa kata yang sangat pesat. Hal ini seperti
diungkapkan oleh Elizabeth b. h.
(1997:188) bahwa setiap anak belajar berbicara dan mereka berbicara hamper
tidak putus-putusnya. Keterampilan baru yang diperoleh meninggalkan rasa
penting bagi mereka. Dalam usia 3-6 kemampuan bahasa anak akan semakin
meningkat, sesuai pertambahan usia. Diperkirakan rata-rata anak yang berusia
3-4 tahun menggunakan 15.000 kata setiap hari atau dalam setahunya menggunakan
kata kira-kira 5,5 juta kata.
Hal
yang sangat perlu diperhatikan oleh pendidik dalam masalah ini :
1. Anak
membutuhkan latihan dan rutinitas
2. Pengalaman
langsung adalah hal yang kritis bagi anak. (early childhood education &
development centre, 2003 : 14 dan 16)
Demikian pula hal yang bersifat
pengalaman belajar mereka. Pemerolehan pengetahuan pada anak seusia prasekolah
lebih banyak bersandar pada pengalam langsung. Mereka belajar melalui badan
mereka dengan cara melihat, mendengar, menyentuh mencicipi, atau encium sesuatu
secara fisik hadir dihadapanya. Kita dapat memperkenalkan kegiatan langsung
dalam acara ritual keagamaan. Pada agam islam, praktik shalat, berwudhu, atau
berkunjung kemesjid.
5. Imitative
Biasanya anak banyak belajar dari apa
yang mereka lihat dan saksikan secara langsung. Mereka banyak meniru dari apa
yang mereka lihat dan saksikan langsung. Mereka banyak meniru dari apa yang
pernah dilihat sebagai sebuah pengalaman belajar. Tentu hal itu dilandasi oleh
masih terbatasnya kemampuan anak dalam mengungkapkan kata-kata atau keberanian
bertanya da meneluarkan gagasan sehingga lebih banyak meniru dari orang
disekitarnya sebagai sebuah upaya belajar mereka.
Ada beberapa prinsip dasar yang
sangat perlu diperhatikan dalam mengkaji tahapan perkembangan nilai-nilai agama
pada anak usia dini :
a. Prinsip
penekanan pada aktifitas anak sehari-hari.
b. Prinsip
pentingnya keteladanan dari lingkungan dan orang tua/ keluarga anak.
c. Prinsip
keseaian anak dengan kurikulum spiral.
d. Prinsip
developmentally appropriate practice (DAP).
e. Prinsip
psikologi perkembangan anak.
f.
Prinsip monitoring yang rutin.
C. KOMPETENSI
HASIL BELAJAR DAN INDIKATOR PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA KURIKULUM
Tiga langkah
pembaruan, yaitu dalam hal melakukan program pengejaran ketertinggalan
pelajaran disekolah, mendefinisikan ualang apa yang harus dikerjakan disekolah,
serta memolakan kurikulum kedalam empat pilar dengan penilaian diri dan
platihan keterampilan hidup sebagai komponen kuncinya.
William Daggett mengatakan, dunia yang
akan ditinggali anak-anak kita berubah empat kali lebih cepat dari pada sekolah
kita.peter kline dalam Gordon D.
(1999;22) mengatakan belajar akan efektif jika dilakukan dalm suasana
menyenangkan. Bila kita memperhatikan secara seksama, hakikat belajar anak usia
dini khususnya TK pada waktu mempelajari apapun, termasuk nilai keagamaan,
secara garis besarnya faat dikategorikan menjadi 6 prinsip dasar
penyelenggaraan pendidikan :
1. Prinsip
pengamatan
2. Prinsip
peragaan
3. Prinsip
bermain sambil belajar
4. Prinsip
otoaktivitas
5. Prinsip
kebebasan
6. Prinsip
keterkaitan dan keterpaduan
D. KOMPETENSI
PERKEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA
1. Anak
3-4 tahun
Anak
ampu meniru dan mengucapkan bacaan do’a / lagu-lagu keagamaan dan
gerakan beribadah secara sederhana serta mulai berprilaku baik atau sopan.
2. Anak
5-6 tahun
Anak mampu mengucapkan bacaan do’a / lagu lagu keagamaan,
menirukan gerakan beribadah, mengikuti aturan, serta mampu belajar berprilaku
baik dan sopan bila dingatkan.
KB 2 “ POTRET, ESENSI, DAN TARGET PENGEMBANGAN NILAI KEAGAMAAN AUD
A. POTRET
Adalah gambaran perkembangan
kurikulum di negeri kita yang tidak kejelasanya dari tahun ketahun. Ketidak
jelasan tersebut tentumerupakan indikasi betapa kita kurang adil dalam
memperlakukan anak didik terhadap pembentukan kepribadian dan pengembangan
berbagai potensi yang ada pada diri anak. Bila kondisi seperti ini dibiarkan
begitu saja, tentu jangan salahkan anak jika dalam perkembangan hidupnya
mengarah pada panguasaan potensi akademis belaka dan sangat minim dalam
penugasan aspek nilai keagamaan.
Jika diperhatikan kebutuhan
pokok manusia, dalam pandangan orang sekuler hal itu hanya meliputi kebutuhan
makan, tidur, minum, dan seks. Kalau hanya berorientasi pada empat hal
tersebut, tentu kita bias bertanya apa bedanya dengan kebutuhan hewan.
Kesadaran inilah seyogyanya mampu mengingatkan kita bahwa bukan hanya hal
tersebut yang kita butuhkan. Kita pun butuh ajaran agama, bimbingan tuhan, dan
nasihat kebenaran hidup.
B. ESENSI
Esensi pengembangan nilai
kagamaan anak harus menkankan pada aktifitas anak sehari-hari. Dimulai dari
bangun tirur, mandi, berpakaian dan kegiatan lainya samai anak tidur kembali.
Itulah esensi yang sesunguhnya harus kita warnai dan lengkapi dengan nilai
keagamaan. Setiap langkah dan perilaku anak jika diwarnai dengan nilai
keagamaan tentu akan menjadi suatu kebiasaan yang positif sekaligus mendekatkan
anak dengan prilaku agamis.
C. TARGET
Sasaran yang hendak dicapai pada
saat kita akan mengemangkan nilai-nilai keagamaan pada anak TK. Target ini
didasarkan pada dua pemikiran bahwa pada hakikatnya anak :
1.
Dilahirkan
dalam keadaan suci, maka ayah dan ibunya lah yang turut menentukan mau mejadi
pemeluk agama apa kelak dikemudian hari.
2.
Pada
awal kehidupan anak yang normal tentu akan melalui tahapan tugas-tugas
pertumbuhan dan perkembangan (tinjauan psikologis).
Dari target tersebut,
diharapkan akan muncul suatu dampak positif yang berkembang pada dimensi
kemanusiaan anak itu sendiri, yang meliputi fisik, akal fikiran, akhlak,
perasaan, kejiwaan, estetika dan kemampuan sosialisasinya siwarnai dengan
keagamaan.
KB 3 “ HAKIKAT SPIRITUAL QUOTIENT DAN IMPLIKASINYA”
A. HAKIKAT SPIRITUAL QUOTIENT
Secara ilmiah, spiritual
quotient yang sering diterjemahkan dengan kecerdasan spiritual merupakan temuan
terkini.penggagas teori ini adalah Danah
Zohar dan Ian Marshall. Permasalahn spiritual quotient dalam pandangan para
ilmuwan menjadi bahasan serius karena bagi mereka ada hal yang menarik pada
sudut hati yang paling dalam disetiap manusia.
Mencermati hakikat prilaku AUD
dan dihubungkan dengan perkembangan nilai keagamaan yang muncul bahwa pada
dasranya anak usia dini belum mampu memahami hokum sebab akibat dari setiap
prilaku yang diperankan oleh setiap manusia. Pengembangan moral yang salah satu
bahasanya adalah spiritual quotient sangat tepat diperkenalkan pada anak agar
dapat membantu perkembangan mereka secara moral kearah karakter yang kokoh,
andal, komprehensif.
B. IMPLIKASI SPIRITUAL QUOTIENT DALAM KEHIDUPAN
ANAK SEBAGAI INDIVIDU DAN ANGGOTA MASYARAKAT
Implikasi spiritual quotient
dalam kehidupan anak usia dini hanya bersifat pengetahuan awal yang berfungsi
sebagai pengingat dan pembatas dalam menentukan sikap serta perbuatanya.
C.
PERAN GURU
DALAM PENGEMBANGAN SPIRITUAL QUOTIENT ANAK
Guru memiliki peran sebagai
stimulator, motivator, dan fasilitator ayng pelu menyediakan lingkungan yang
kondusif sehingga anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh
potensinya. Tanpa partisipasi aktif dan kontribusi yang optimal, sebaik apapun
strategi yang ditetapkanakan memberikan dampak yang kurang baik. Selain peran
guru, semua pihak juga harus memberi dukungan yang sama untuk mengembangkan
spiritual quotient, termasuk orang tua dan lingkungan masyarakat.
Tanpa komitmen yang jelas dari
semua pihak dan tidak dimilikinya konsistensi dari semua pihak, justru
disitulah awal kerusakan spiritual quotient yang akan melanda anak bangsa.