Kamis, 21 April 2016

HAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA DINI



HAKIKAT PERKEMBANGAN
NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA DINI

KB 1 “PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA ANAK USIA DINI”
A.      KONSEP DASAR PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA AUD

Pelangi pelangi
Alangkah indahmu
Merah kuning hijau
Dilangit yang biru
Pelukismu agung
Siapa gerangan
Pelangi pelangi
Ciptaan tuhan

     Dari syair lagu tersebut, dapat diambil makna yang tersirat dalam kalimat demi kalimat bahwa untuk mengenalkan anak pada nilai keagamaan, yang paling mudah adalah mengenalkan anak pada salah satu ciptaan Tuhan YME. Sesuai dengan tingkat perkembangan dan usia anak yang berada pada tahapan operasional konkret. Pada tahapan seperti itu, anak akan lebih mudah memahami dan mengetahui apapun apabila didekatkan dengan hal yang bersifat kasat mata (terlihat langsung).

Memproses informasi
(Dari lingkungan sekitar)
 
SIFAT DASAR ANAK
















Ingin mengkomunikasikan gagasan dan perasaan

IMAJINASI

 







Bahasa :
·         Belajar tak langsung
·         Kreatif untuk berkomunikasi dengan berbagai cara

 

Bawaan / insting untuk :
·         Bermain
·         Senang / fun
·         Berbicara
·         Berinteraksi

 
 










     Lebih lanjut, kekaguman anda mungkin akan bertambah kepada Tuhan YME bahwa ternyata kemampuan manusiadalam menangkap berbagai perke,bangan kecerdasan itu yang menggunakan alam sadar hanya mencapai 10%. Pikiran bawah sadar turut menangkap berbagai hal yang terjadi disekitar individu saat proses pembelajaran berlangsung. Pikiran bawah sadar bekerja dengan melihat gambar yang kemudian diproses sebagai informasi terperinci.proses bawah sadar mendorong seseorang dalam memikirkan/ mempelajari sesuatu. Yang menyimpan berbagai pengalama dan pemahaman dari masa lalu manusia hingga ditemukan bahwa sadar lebih besar dari pikiran sadar (sadar hanya 10%).
B.      TAHAPAN PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA AUD
1.      Unreflective
Menurut john echol (1995) dimaknai sebagai tidak mendalam, tidak/kurang dapat memikirkan secara mendalam, atau anak tidak dapat merenungkannya. Artinya, salah satu sifat anak dalam memahami pengetahuan yang berkaitan dengan hal yang abstrak, seperti memahami pengetahuan/ajaran agama, tidak merupakan hal yang harus dipedulikan serius.
2.      Egocentris
Memiliki makna lebih mementingkan kemauan dirinya sendiri dalam segala hal. tidak peduli dengan urusan orang lain dan lebih terfokus pada hal-hal yang menguntungkan dirinya. Memperhatikan sifat egosentris ini, kita sebagai pendidik sangatlah tepat apabila menganggap bahwa sifat tersebut merupakan hal yang wajar karena memang kondisi psikologis mereka yang masih labil dan belum matang. Kita harus banyak memaklumi hal itu. Namun, tidak berarti membiarkan tanpa upaya pada arah yang positif. Kita harus tetap melakukan pendekatan progresif dan tetap menggunakan pendekatan penyadaran kepada mereka.
3.      Misunderstand
Ketika kita membicarakan berbagai hal yang bersifat abstark (masalah ajaran agama) kepada orang dewasa, kita tidak dapat menjamin bahwa apa yang kita maksud akan mampu dipahami dengan 100%benar oleh orang dewasa tersebut. Setiap manusia memiliki perbedaan kecerdasan, daya tangkap, daya ingat, dan sebagainya. Terkadang akan terjadi kesalah pahaman atau salah mengerti.
Misunderstand akan muncul dikalangan anak usia dini ketika kita mengenalkan berbagai hal yang terkait dengan perkembangannilai-nilai agama. Ilustrasi kasus anak yang mengalami kesalahpahaman dalam mempelajari ajaran agama :
a.       Ketika anak mendengar bahwa Allah itu maha besar, akan muncul pemahaman yang keliru dari diri anak yang membayangkan bahwa Allah itu seperti raksasa.
b.       Ketika anak mendapat penjelasan bahwa Allah bersifat Maha pemberi/penyayang, anak pun akan membayangkan bahwa dia bias diberi uang, kue, atau es krim langsung dari Allah jika melakukan permohonan melalui bacaan do’a.
c.       Ketika anak mendengar bahwa Allah itu maha melihat, akan terbayang pada pemikiran anak sebrapa besar mata Allah itu.
4.      Verbalis dan ritualis
Anak usia sekitar 3 hingga 6 tahun berada pada fase perkembangan kosa kata yang sangat pesat. Hal ini seperti diungkapkan oleh Elizabeth b. h. (1997:188) bahwa setiap anak belajar berbicara dan mereka berbicara hamper tidak putus-putusnya. Keterampilan baru yang diperoleh meninggalkan rasa penting bagi mereka. Dalam usia 3-6 kemampuan bahasa anak akan semakin meningkat, sesuai pertambahan usia. Diperkirakan rata-rata anak yang berusia 3-4 tahun menggunakan 15.000 kata setiap hari atau dalam setahunya menggunakan kata kira-kira 5,5 juta kata.
Hal yang sangat perlu diperhatikan oleh pendidik dalam masalah ini :
1.      Anak membutuhkan latihan dan rutinitas
2.      Pengalaman langsung adalah hal yang kritis bagi anak. (early childhood education & development centre, 2003 : 14 dan 16)
Demikian pula hal yang bersifat pengalaman belajar mereka. Pemerolehan pengetahuan pada anak seusia prasekolah lebih banyak bersandar pada pengalam langsung. Mereka belajar melalui badan mereka dengan cara melihat, mendengar, menyentuh mencicipi, atau encium sesuatu secara fisik hadir dihadapanya. Kita dapat memperkenalkan kegiatan langsung dalam acara ritual keagamaan. Pada agam islam, praktik shalat, berwudhu, atau berkunjung kemesjid.
5.      Imitative
Biasanya anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat dan saksikan secara langsung. Mereka banyak meniru dari apa yang mereka lihat dan saksikan langsung. Mereka banyak meniru dari apa yang pernah dilihat sebagai sebuah pengalaman belajar. Tentu hal itu dilandasi oleh masih terbatasnya kemampuan anak dalam mengungkapkan kata-kata atau keberanian bertanya da meneluarkan gagasan sehingga lebih banyak meniru dari orang disekitarnya sebagai sebuah upaya belajar mereka.
Ada beberapa prinsip dasar yang sangat perlu diperhatikan dalam mengkaji tahapan perkembangan nilai-nilai agama pada anak usia dini :
a.       Prinsip penekanan pada aktifitas anak sehari-hari.
b.       Prinsip pentingnya keteladanan dari lingkungan dan orang tua/ keluarga anak.
c.       Prinsip keseaian anak dengan kurikulum spiral.
d.       Prinsip developmentally appropriate practice (DAP).
e.       Prinsip psikologi perkembangan anak.
f.        Prinsip monitoring yang rutin.
C.      KOMPETENSI HASIL BELAJAR DAN INDIKATOR PERKEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA KURIKULUM
Tiga langkah pembaruan, yaitu dalam hal melakukan program pengejaran ketertinggalan pelajaran disekolah, mendefinisikan ualang apa yang harus dikerjakan disekolah, serta memolakan kurikulum kedalam empat pilar dengan penilaian diri dan platihan keterampilan hidup sebagai komponen kuncinya.
William Daggett mengatakan, dunia yang akan ditinggali anak-anak kita berubah empat kali lebih cepat dari pada sekolah kita.peter kline dalam Gordon D. (1999;22) mengatakan belajar akan efektif jika dilakukan dalm suasana menyenangkan. Bila kita memperhatikan secara seksama, hakikat belajar anak usia dini khususnya TK pada waktu mempelajari apapun, termasuk nilai keagamaan, secara garis besarnya faat dikategorikan menjadi 6 prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan :
1.      Prinsip pengamatan
2.      Prinsip peragaan
3.      Prinsip bermain sambil belajar
4.      Prinsip otoaktivitas
5.      Prinsip kebebasan
6.      Prinsip keterkaitan dan keterpaduan
D.     KOMPETENSI PERKEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA
1.      Anak 3-4 tahun
Anak  ampu meniru dan mengucapkan bacaan do’a / lagu-lagu keagamaan dan gerakan beribadah secara sederhana serta mulai berprilaku baik atau sopan.
2.      Anak 5-6 tahun
Anak mampu mengucapkan bacaan do’a / lagu lagu keagamaan, menirukan gerakan beribadah, mengikuti aturan, serta mampu belajar berprilaku baik dan sopan bila dingatkan.
KB 2 “ POTRET, ESENSI, DAN TARGET PENGEMBANGAN NILAI KEAGAMAAN AUD
A.      POTRET
Adalah gambaran perkembangan kurikulum di negeri kita yang tidak kejelasanya dari tahun ketahun. Ketidak jelasan tersebut tentumerupakan indikasi betapa kita kurang adil dalam memperlakukan anak didik terhadap pembentukan kepribadian dan pengembangan berbagai potensi yang ada pada diri anak. Bila kondisi seperti ini dibiarkan begitu saja, tentu jangan salahkan anak jika dalam perkembangan hidupnya mengarah pada panguasaan potensi akademis belaka dan sangat minim dalam penugasan aspek nilai keagamaan.
Jika diperhatikan kebutuhan pokok manusia, dalam pandangan orang sekuler hal itu hanya meliputi kebutuhan makan, tidur, minum, dan seks. Kalau hanya berorientasi pada empat hal tersebut, tentu kita bias bertanya apa bedanya dengan kebutuhan hewan. Kesadaran inilah seyogyanya mampu mengingatkan kita bahwa bukan hanya hal tersebut yang kita butuhkan. Kita pun butuh ajaran agama, bimbingan tuhan, dan nasihat kebenaran hidup.
B.      ESENSI
Esensi pengembangan nilai kagamaan anak harus menkankan pada aktifitas anak sehari-hari. Dimulai dari bangun tirur, mandi, berpakaian dan kegiatan lainya samai anak tidur kembali. Itulah esensi yang sesunguhnya harus kita warnai dan lengkapi dengan nilai keagamaan. Setiap langkah dan perilaku anak jika diwarnai dengan nilai keagamaan tentu akan menjadi suatu kebiasaan yang positif sekaligus mendekatkan anak dengan prilaku agamis.
C.      TARGET
Sasaran yang hendak dicapai pada saat kita akan mengemangkan nilai-nilai keagamaan pada anak TK. Target ini didasarkan pada dua pemikiran bahwa pada hakikatnya anak :
1.      Dilahirkan dalam keadaan suci, maka ayah dan ibunya lah yang turut menentukan mau mejadi pemeluk agama apa kelak dikemudian hari.
2.      Pada awal kehidupan anak yang normal tentu akan melalui tahapan tugas-tugas pertumbuhan dan perkembangan (tinjauan psikologis).
Dari target tersebut, diharapkan akan muncul suatu dampak positif yang berkembang pada dimensi kemanusiaan anak itu sendiri, yang meliputi fisik, akal fikiran, akhlak, perasaan, kejiwaan, estetika dan kemampuan sosialisasinya siwarnai dengan keagamaan.

KB 3 “ HAKIKAT SPIRITUAL QUOTIENT DAN IMPLIKASINYA”
A.      HAKIKAT SPIRITUAL QUOTIENT
Secara ilmiah, spiritual quotient yang sering diterjemahkan dengan kecerdasan spiritual merupakan temuan terkini.penggagas teori ini adalah Danah Zohar dan Ian Marshall. Permasalahn spiritual quotient dalam pandangan para ilmuwan menjadi bahasan serius karena bagi mereka ada hal yang menarik pada sudut hati yang paling dalam disetiap manusia.
Mencermati hakikat prilaku AUD dan dihubungkan dengan perkembangan nilai keagamaan yang muncul bahwa pada dasranya anak usia dini belum mampu memahami hokum sebab akibat dari setiap prilaku yang diperankan oleh setiap manusia. Pengembangan moral yang salah satu bahasanya adalah spiritual quotient sangat tepat diperkenalkan pada anak agar dapat membantu perkembangan mereka secara moral kearah karakter yang kokoh, andal, komprehensif.
B.      IMPLIKASI SPIRITUAL QUOTIENT DALAM KEHIDUPAN ANAK SEBAGAI INDIVIDU DAN ANGGOTA MASYARAKAT
Implikasi spiritual quotient dalam kehidupan anak usia dini hanya bersifat pengetahuan awal yang berfungsi sebagai pengingat dan pembatas dalam menentukan sikap serta perbuatanya.
C.      PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN SPIRITUAL QUOTIENT ANAK
Guru memiliki peran sebagai stimulator, motivator, dan fasilitator ayng pelu menyediakan lingkungan yang kondusif sehingga anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh potensinya. Tanpa partisipasi aktif dan kontribusi yang optimal, sebaik apapun strategi yang ditetapkanakan memberikan dampak yang kurang baik. Selain peran guru, semua pihak juga harus memberi dukungan yang sama untuk mengembangkan spiritual quotient, termasuk orang tua dan lingkungan masyarakat.
Tanpa komitmen yang jelas dari semua pihak dan tidak dimilikinya konsistensi dari semua pihak, justru disitulah awal kerusakan spiritual quotient yang akan melanda anak bangsa.




PERAN PENDIDIK DALAM KEGIATAN BERMAIN DI LEMBAGA PAUD



BERMAIN DAN PERMAINAN ANAK
MODUL 12
PERAN PENDIDIK DALAM KEGIATAN BERMAIN DI LEMBAGA PAUD
KB1
HAKIKAT DAN PERANAN PENDIDIK

A.   HAKIKAT PENDIDIK
Cook & Klein menjabarkan beberapa kemampuan yang dibutuhkan guru sbagai berikut :
1.    Pengetahuan dan proses pengajaran normal bagi perkembangan anak.
2.    Kemampuan untuk mengenali gejala cacat secara spesifik.
3.    Kemampuan untuk mengamati dan merekam kebiasaan per anak.
4.    Kemampuan untuk bekerja dengan santai dalam mendiagnosis masalah yang berhubungan dengan perkembangan.
5.    Kemampuan untuk menyiapkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek yang berkaitan dengan perkembangan anak secara tepat dan konsisten dalam hal pembelajaran dan pengamatan yang disesuaikan dengan jenis anak.
6.    Kemampuan untuk menyusun lingkungan yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus.
7.    Mengerti dan mempercayai paham atau kurikulum yang digunakan.
8.    Kemampuan untuk mengembangkan komunikasi yang efektif dan jujur dengan anak.
9.    Kemampuan untuk meningkatkan interaksi positif diantara berbagai tingkat kemampuan anak dan budaya yang berbeda.
10. Kemampuan untuk biasa bekerja secara efektif dan professional bersama tim.
11. Kemampuan untuk mengambil kebijakan, melatih, dan bekerja sama dengan profesional.
12. Kemamuan untuk dapat mendengarkan orang tua secara seksama dan membangun program yang melibatkan keluarga.
13. Kemampuan untuk memfasilitasi pembelajaran sesuai kebutuhan anank secara optimal.
14. Kemampuan untuk memprakarsai proses penyerahan resmi.
15. Kemampuan untuk mengenali kelemahan satu sama lain dan membantu secara tepat.
Kualifikasi yang harus dipenuhi bagi seseorang untuk menjadi pendidik PAUD meliputi 4 kompetensi :
1.    Kompetensi kepribadian.
a.    Bersikap dan berprilaku sesuai dengan kebutuhan psikologis anak.
b.    Berprilaku sesuai norma agama, budaya, dan keyakinan anak.
c.    Menampilkan diri sendiri sebagai pribadi berbudi pekerti luhur.
2.    Kompetensi professional.
a.    Memahami tahapan perkembangan anak.
b.    Memahami ransangan pendidikan pengasuhan dan perlindungan bagi anak.
c.    Membangunkerjasama dengan orang tua dalam hal pendidikan, pengasuhan dan perlindungan anak.
3.    Kompetensi pedagogic.
a.    Merencanakan kegiatan pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak.
b.    Melaksanakan proses pendidkan, pengasuhan dan perlindungan anak.
c.    Melaksanakan penilaian terhadap proses dan hasil pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan.
4.    Kompetensi sosial.
a.    Beradaptasi dengan lingkungan.
b.    Berkomunikasi secara efektif.

B.   PERAN PENDIDIK DALAM KEGIATAN PAUD
Isenberg & Jalongo (1993) menjabarkan peran dan tanggung jawab guru sebagai berikut :
1.    Guru sebagai peninjau.
2.    Guru sebagai penyampai.
3.    Guru sebagai perencana.
4.    Guru sebagai penjawab.
5.    Guru sebagai contoh.
Oleh sebab itu guru harus berperan dalam berbagai hal, yaitu :
1.    Interaksi.
2.    Pengasuhan.
3.    Mengatasi tekanan.
4.    Fasilitator.
5.    Perencanaan.
6.    Pengembangan.
Guru dapat mengimplementasikan bentuk “talking teaching” dengan memberikan peluang untuk pembelajaran tiba-tiba atau mengkreasikan pengalaman baru dikelas dan “silent teaching”  dengan melibatkan contoh sikap dan kebiasaan serta proses identifikasi yang terjadi pada anak, meliputi nilai, inti pokok, dan guru sebagai sosok yang dekat bagi anak :
1.    Mengatasi masalah.
2.    Penasihat.
3.    Pengajar.
Prosedur penerapan pembelajaran melalui bermain (Djoehaeni) :
1.    Tujuan bermain.
Setelah anak-anak melakukan kegiatan bermain anak dapat menguasai.
2.    Cara :
a.    Menghindari pertentangan.
b.    Berbagi kesempatan atau giliran.
c.    Menuntut hak dengan cara yang dapat diterima
d.    Mengkomunikasikan keinginan yang dapat diterima.
3.    Tema bermain.
Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan :
a.    Menentukan macam kegiatan bermain.
b.    Menentukan tempat dan ruang bermain.
c.    Menentukan bahan dan peralatan bermain.
d.    Menentukan urutan langkah bermain.


TEST FORMATIF
1.    Berikut ini yang bukan termasuk kewenangan guru sebagai pendidik adalah
2.    Pernyataan yang benar terkait peran guru sebagai peninjau adalah
3.    Guru harus dapat bersikap sabar, tenang, perhatian, dan responsive. Hal tersebut berkaitan dengan kualifikasi guru yaitu
4.    Sikap yang tepat dengan kompetensi pedagogic yang harus dimiliki pendidik adalah
5.    Berikut ini merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh guru, kecuali
6.    Dibawah ini yang merupakan peran guru adalah
7.    Bentuk komunikasi efektif yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan peran interaksi di dalam kelas adalah, kecuali
8.    Hal yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan perannya bagi perkembangan anak didik adalah
9.    Bidang perkembangan guru secara professional meliputi
10.  Guru melakukan kunjungan ke berbagai program, menghadiri konferensi, dan seminar. Hal tersebut dilakukan guru untuk melaksanakan professional guru dalam bidang






KB2
PERAN ORANG TUA DALAM KEGIATAN PAUD
A.   PERBEDAAN KEGIATAN BERMAIN DI RUMAH DAN PAUD
Perbedaan kegiatan bermain di rumah dan dilembaga yaitu :
1.    Dari segi waktu.
2.    Dari segi kelengkapan alat.
3.    Dari segi sosial.
4.    Dari segi kedisiplinan.
B.   PERAN DAN OPTIMALISASI PERAN ORANG TUA DALAM KEGIATAN BERMAIN ANAK USIA DINI
Pola asuh secara autoritatif memiliki karakteristik orang tua sebagai berikut (hasan, 2010) :
1.    Menerima dan melibatkan anak sepenuhnya.
2.    Memiliki tingkat pengendalian tinggi yaitu mengharuskan anak bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia dan kemampuan anak.
3.    Menjalin komunikasi dua arah, yaitu dengan member penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan bagi anak.
Selain pola asuh autoritatif, Hurlock  mengklasifikasikan tipe pola asuh sebagai berikut :
1.    Pola asuh otoriter, orangtua menentukan apa yang perlu diperbuat anak tanpa member penjelasan tentang alasanya.
2.    Pola asuh demokratis, orang tua selalu memberikan penjelasan atau alasan perlunya sesuatu hal dilakukan.
3.    Pola asuh permisif, orang tua tidak pernahmemberikan aturan terhadap anak.
4.    Pola asuh acuh tak acuh, orang tua membiarkan anak untuk melakukan berbagai hal yang disukainya.
Kegiatan yang dapat dilakukan orang tua untuk mengoptimalisasikan perannya dalam kegiatan bermain anak dengan sekolah yaitu :
1.    Kegiatan pertemuan dengan orang tua.
Beberapa aspek pedoman yang dapat diikuti dalam pertemuan orang tua, sebagai berikut:
a.    Persiapan kemajuan.
b.    Penataan panggung.
c.    Bicara dengan orang tua.
d.    Isi.
e.    Akhir pertemuan.
f.     Setelah orang tua pergi
2.    Keterlibatan orang tua dikelas.
Secara praktik, keterlibatan orang tua di dalam kelas meliputi beberapa partisipasi berikut
a.    Membantu pendidik menata alat main.
b.    Menyambut kedatangan anak.
c.    Mengikuti mainan pembukaan.
d.    Mengamati pelaksanaan pembelajaran anak.
e.    Membuat APE.
f.     Mengikuti kegiatan makan bersama anak.
g.    Mengikuti kegiatan penutup.
h.    Diskusi bersama pendidik untuk membahas kegiatan hari itu, dan
i.      Menjadi sumber belajar.
3.    Keterlibatan orang tua pada acara bersama.
Bentuk kegiatan yang melibatkan orang tua pada acara bersama lembaga yaitu kegiatan yang dilaksanakan di luar lembaga.
4.    Hari konsultasi orang tua.
Musyawarah antara guru dan orang tua perlu dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan untuk membuat keputusan tentang pendidikan anak-anak.
5.    Kunjungan rumah.
Kunjungan rumah dilakukan dengan tujuan untuk mempererat hubungan, menjenguk, dan membantu penyelesaian permasalahan tertentu yang dilakukan secara kekeluargaan. Untuk menghindari terjadinya konflik, hal yang dapat dilakukan sebagai berikut (Eliason & Jenkins via Mariyana dkk.,2010)
1.    Mendengarkan dan saling berkomunikasi.
2.    Perlakukan semua anak dan keluarga dengan hormat dan penuh perhatian.
3.    Pastiakan mengetahui keadaan anak dengan cukup baik untuk menyampaikan informasi spesifik tentang anak kepada orang tuanya.
4.    Sampaikan pada orang tua perasaan hangat dan positif.
5.    Melihat secara objektif dan realistic tujuan bekerja sama antara orang tua dan anak.
6.    Membantu menyampaikan apa yang telah dipelajari anak di lembaga ke rumah , dan
7.    Membangun hubungan dan dukungan positif dengan orang tua.
C.   PERAN MASYARAKAT DALAM KEGIATAN BERMAIN ANAK USIA DINI
Masyarakat yang berada di lingkungan sekitar anak memiliki pengaruh terhadap setiap aktifitas yang dilakukan anak. Peran masyarakat dalam pengadaan sarana dan prasarana bermain, terkait dengan pengelolaan biaya untuk penyelenggaraan lembaga PAUD secara umum.peran masyarakat dalam hal keamanan dapat dilakukan dengan kesanggupan warga untuk berpartisipasi menjadi lingkungan lembaga PAUD.